It’s
actually eight, but for me, it started nine months ago.
Ketika pertama kali mendapatkan tawaran untuk
bergabung dalam laskar ini, bingungnya bukan main. Will it be a yes, or will it be a
no? Baik mengiyakan maupun
menidakkan sama-sama berdampak besar, baik bagi
diri sendiri maupun bagi orang lain. Untuk pada akhirnya bisa menjawab siap,
saya harus terlebih dahulu konsul ke delapan orang dari berbagai kalangan;
teman seangkatan, junior, senior, alumni, sampai dosen. Sebagian menyarankan
tidak, sebagian menyarankan ya, sementara sebagian lainnya.. memutuskan untuk
membuat saya makin bingung dengan malah memberikan saran diplomatis.
Sebingung itu? Jelas. Ini
adalah laskar berskala besar. Taruhannya banyak—waktu, tenaga, pikiran, segala
agenda yang telah disusun apik untuk setahun ke depan, dan zona nyaman. Belum
lagi beragam keraguan macam “will I be
able to do this” atau “am I eligible
enough to be trusted with such huge responsibility” yang sedikit
banyak menghantui.
But in the end, after much consideration, I decided to accept the offer.
Dan semuanya pun dimulai.
Ini adalah kepanitiaan yang sukses bikin saya ketagihan
prokras ngerjain tugas, bersedia bolak-balik Bandung-Depok ketika liburan demi
sekadar rapat, dan merelakan begitu saja sepuluh hari perkuliahan. Kepanitiaan
yang sukses bikin saya mempercayakan seluruh pakaian kotor—yang biasanya selalu
dicuci sendiri—ke mba-mba laundry, dan sukses
bikin saya nggak ngepel lantai kamar selama dua minggu. And it surprisingly felt great (no,
not for the floor-mopping part though, it felt horrible). Gila ya, saya juga
nggak habis pikir kalau ternyata seorang saya bisa sampai di titik ini.
Saya masih inget gimana serunya menggodok konsep di awal
perjalanan; cari devil’s advocate kemana-mana,
ngobrol berjam-jam di kampus sama teman, alumni, senior, dan dosen sampai larut
malam. Dari yang awalnya semangat banget nyusun ini-itu setelah dapet segudang
masukan, sampai pernah rasanya.. udah nggak mau mikir apa-apa lagi. Bodo amat
sama tugas, bodo amat sama konsep—yang saya mau waktu itu cuma cepet-cepet
pulang dan langsung tidur begitu sampe kosan.
Delapan bulan bukanlah waktu yang singkat, dan perjalanan
yang ditempuh luar biasa naik turun. Ada canda tawa. Ada kue-kue, martabak, serta
minuman gratis dengan lembaran post-it bertuliskan kalimat manis. Namun ada juga
penyesalan. Kekecewaan. Kemarahan dan ketidakpercayaan. There were people who cried in my arms and it truly broke my heart.
Saya belajar luar biasa banyak hal dari prosesnya—bahwa betapa semua ini adalah
miniatur dari dunia kerja yang sesungguhnya dan bahwa dunia memang nggak
sempurna. That is a fact we should
wholeheartedly accept to stop being such an unrealistic idealist. Saya
mendapatkan pengalaman konkret dimana semua memang harus dimulai dari diri
sendiri. Orang lain nggak akan tenang ketika kamu nggak tenang, nggak akan semangat
ketika kamu nggak semangat, dan nggak akan optimis ketika kamu nggak optimis.
Dannnn seperti yang sempat saya bilang di postingan tahun
lalu: the most annoying, frustating part
of being an adult is that you have to freaking behave yourself. You are required to display socially
accepted emotions in socially accepted situations only. Delapan bulan
kemarin adalah laboratorium paling aktif dan produktif dari regulasi emosi. It totally drained out my energy gauge, yet
it also made me break another limit. Kalau main game, berasa naik level
gitu. Which is awesome.
Despite the
lesson learned in hard, meaningful way, this whole thing is a blessing. Kepanitiaan
ini adalah salah satu hal terbaik yang terjadi pada saya selama satu tahun
terakhir. Saya mendapatkan wadah untuk mengasah kemampuan diri, bertemu dan kenal dengan banyak manusia hebat, sekaligus untuk bermanfaat bagi orang lain.
Jadi, sebelum saya tenggelam lebih jauh dalam peliknya KAUP,
RPI, Kuali, dan laporan pertanggungjawaban yang sampe sekarang bahkan belum
saya mulai tulis sama sekali padahal harus dikumpulin besok jam 10 pagi, inilah sedikit kata yang hendak saya utarakan.
Untuk kalian teman-temanku tersayang;
para pekerja keras yang telah dengan tulus dan penuh rasa
tanggung jawab memberikan kontribusi terbaiknya untuk mewujudkan sebelas hari
rangkaian acara;
para ibu dan/atau ayah yang telah dengan gagah berani selalu membimbing, melindungi, membela, dan menjaga anak-anaknya;
serta para terpilih yang telah bersedia menurunkan ego masing-masing
untuk mau bertemu di tengah skala;
terima kasih atas segala usaha,
segala pengorbanan,
setiap tetes peluh,
dan setap detik waktu yang telah diberikan.
Ada banyak perubahan baik yang berhasil kita ciptakan tahun
ini. Bersyukur dan berbanggalah.
Because in the
end,
this is every
each of your hard work.
2 comments
Hebat ih. Masih rutin nulis dan curhat di blog ini. Salut pisan Na.
Ahahaha terimakasi banyak Faikar!! Ayo hidupkan lagi blogmu wahai cowok rambut kotak amal
Post a Comment