October 5, 2016

This is Your Work


It’s actually eight, but for me, it started nine months ago.

Ketika pertama kali mendapatkan tawaran untuk bergabung dalam laskar ini, bingungnya bukan main. Will it be a yes, or will it be a no? Baik mengiyakan maupun menidakkan sama-sama berdampak besar, baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain. Untuk pada akhirnya bisa menjawab siap, saya harus terlebih dahulu konsul ke delapan orang dari berbagai kalangan; teman seangkatan, junior, senior, alumni, sampai dosen. Sebagian menyarankan tidak, sebagian menyarankan ya, sementara sebagian lainnya.. memutuskan untuk membuat saya makin bingung dengan malah memberikan saran diplomatis.

Sebingung itu? Jelas. Ini adalah laskar berskala besar. Taruhannya banyak—waktu, tenaga, pikiran, segala agenda yang telah disusun apik untuk setahun ke depan, dan zona nyaman. Belum lagi beragam keraguan macam “will I be able to do this” atau “am I eligible enough to be trusted with such huge responsibility” yang sedikit banyak menghantui.

But in the end, after much consideration, I decided to accept the offer.

Dan semuanya pun dimulai.


Ini adalah kepanitiaan yang sukses bikin saya ketagihan prokras ngerjain tugas, bersedia bolak-balik Bandung-Depok ketika liburan demi sekadar rapat, dan merelakan begitu saja sepuluh hari perkuliahan. Kepanitiaan yang sukses bikin saya mempercayakan seluruh pakaian kotor—yang biasanya selalu dicuci sendiri—ke mba-mba laundry, dan sukses bikin saya nggak ngepel lantai kamar selama dua minggu. And it surprisingly felt great (no, not for the floor-mopping part though, it felt horrible). Gila ya, saya juga nggak habis pikir kalau ternyata seorang saya bisa sampai di titik ini.

Saya masih inget gimana serunya menggodok konsep di awal perjalanan; cari devil’s advocate kemana-mana, ngobrol berjam-jam di kampus sama teman, alumni, senior, dan dosen sampai larut malam. Dari yang awalnya semangat banget nyusun ini-itu setelah dapet segudang masukan, sampai pernah rasanya.. udah nggak mau mikir apa-apa lagi. Bodo amat sama tugas, bodo amat sama konsep—yang saya mau waktu itu cuma cepet-cepet pulang dan langsung tidur begitu sampe kosan.

Delapan bulan bukanlah waktu yang singkat, dan perjalanan yang ditempuh luar biasa naik turun. Ada canda tawa. Ada kue-kue, martabak, serta minuman gratis dengan lembaran post-it bertuliskan kalimat manis. Namun ada juga penyesalan. Kekecewaan. Kemarahan dan ketidakpercayaan. There were people who cried in my arms and it truly broke my heart. Saya belajar luar biasa banyak hal dari prosesnya—bahwa betapa semua ini adalah miniatur dari dunia kerja yang sesungguhnya dan bahwa dunia memang nggak sempurna. That is a fact we should wholeheartedly accept to stop being such an unrealistic idealist. Saya mendapatkan pengalaman konkret dimana semua memang harus dimulai dari diri sendiri. Orang lain nggak akan tenang ketika kamu nggak tenang, nggak akan semangat ketika kamu nggak semangat, dan nggak akan optimis ketika kamu nggak optimis.

Dannnn seperti yang sempat saya bilang di postingan tahun lalu: the most annoying, frustating part of being an adult is that you have to freaking behave yourself. You are required to display socially accepted emotions in socially accepted situations only. Delapan bulan kemarin adalah laboratorium paling aktif dan produktif dari regulasi emosi. It totally drained out my energy gauge, yet it also made me break another limit. Kalau main game, berasa naik level gitu. Which is awesome.

Despite the lesson learned in hard, meaningful way, this whole thing is a blessing. Kepanitiaan ini adalah salah satu hal terbaik yang terjadi pada saya selama satu tahun terakhir. Saya mendapatkan wadah untuk mengasah kemampuan diri, bertemu dan kenal dengan banyak manusia hebat, sekaligus untuk bermanfaat bagi orang lain. 

Jadi, sebelum saya tenggelam lebih jauh dalam peliknya KAUP, RPI, Kuali, dan laporan pertanggungjawaban yang sampe sekarang bahkan belum saya mulai tulis sama sekali padahal harus dikumpulin besok jam 10 pagi, inilah sedikit kata yang hendak saya utarakan.


Untuk kalian teman-temanku tersayang;
para pekerja keras yang telah dengan tulus dan penuh rasa tanggung jawab memberikan kontribusi terbaiknya untuk mewujudkan sebelas hari rangkaian acara;
para ibu dan/atau ayah yang telah dengan gagah berani selalu membimbing, melindungi, membela, dan menjaga anak-anaknya;
serta para terpilih yang telah bersedia menurunkan ego masing-masing untuk mau bertemu di tengah skala;
terima kasih atas segala usaha,
segala pengorbanan,
setiap tetes peluh,
dan setap detik waktu yang telah diberikan.

Ada banyak perubahan baik yang berhasil kita ciptakan tahun ini. Bersyukur dan berbanggalah.

Because in the end,
this is every each of your hard work.

2 comments

Faikar Yura said...

Hebat ih. Masih rutin nulis dan curhat di blog ini. Salut pisan Na.

Anna Riyadi said...

Ahahaha terimakasi banyak Faikar!! Ayo hidupkan lagi blogmu wahai cowok rambut kotak amal

© La Valse des Mots
Maira Gall