May 15, 2016

Alteration

Perubahan itu seringkali nggak terasa, ya..

Saat long weekend minggu lalu, saya berkesempatan pulang ke Bandung setelah sekian lama. Haha-hihi bareng sahabat dan keluarga kayak nggak ada beban sama sekali--kayak nggak ada tugas kuliah yang menumpuk atau kepanitiaan yang merongrong minta diurus. Alhasil ketika mau balik ke Depok.. sendunya sampe melagu.

Nggak terasa, tau-tau dua sahabat saya udah tunangan lagi aja setelah menginjak usia pacaran enam tahun lebih. Sekarang jari manisnya Bagus sama Puspa udah bercincin. Gaya kali mereka. Waktu pamit habis makan di Narji, punggung tangannya yang didadah-dadahin, bukan telapak tangannya, biar sekalian pamer cincin. Syamps banget Bagus (habis itu dia dicaci-maki sama satu geng).

Nggak terasa, tau-tau pas ngumpul sama anak-anak, obrolan seriusnya nggak jauh-jauh dari rencana karir dan perjodohan di masa depan. Siang itu saya ngobrol sama Sapi dan Devi, kemudian dapet insight bahwa saya terbilang beruntung, karena saya lagi ada di posisi yang super netral. Nggak terikat. Bebas merencanakan masa depan dan menghidupkan mimpi-mimpi tanpa harus mempertimbangkan orang lain. Bebas berlogika karena nggak harus terseok-seok dijegal perasaan sendiri. Kalo kata Devi, ini adalah masa yang tepat dimana kita bisa menemu-kenali diri sendiri--apa sesungguhnya kelebihan dan kelemahan kita, apa yang kita mau dan apa yang kita butuh, dan yaa.. jadi lebih bijak dalam mengambil keputusan terkait hal apapun kedepannya.

Nggak terasa, tau-tau bulan depan udah mau magang lagi aja. Adik kelas juga udah mau nambah satu angkatan. Nasib mahasiswa semester tua, mata kuliahnya maksa buat mikir taun depan mau skripsi apaan. Everyday is thus RPP day.

Nggak terasa, tau-tau ada pergeseran sumber energi bak pergeseran lempeng yang nggak terdeteksi. Dulu saya dapet energi dengan meluangkan waktu sendiri; saya selalu mengusahakan buat pulang cepet supaya bisa tidur lama di kosan, atau sengaja berjam-jam duduk di pojokan kafe yang sepi sambil baca buku atau main laptop tanpa mau diganggu. Sekarang.. bubar kelas nggak mau pulang. Mau capeknya setengah mati juga nggak mau pulang. Pengennya di kampus aja, karena di kampus ketemu orang. Kadang saya ngerasa wasting time berlama-lama di kampus, padahal nggak penting-penting amat untuk stay selama itu, apalagi kalo sebenernya nggak ngapa-ngapain juga. Tapi entah kenapa.. butuh aja. Rasanya jadi lebih hidup.

Nggak terasa, tau-tau media penyedia asupan kafein juga berganti. Awalnya saya selalu cari-cari kopi, terus minum teh tiap hari karena mendadak selalu sakit perut dan pusing-pusing kalo minum kopi, terus sekarang malah cari-cari kopi lagi. Mana mainannya espresso pula. Saya lagi doyan minum espresso setiap kali ngejabanin coffee shop. Beli espresso ternyata cari penyakit, karena kalo sekarang beli kopi tapi bukan espresso, kafein kopinya malah jadi nggak ngefek sama sekali.


Nggak terasa.


We live in a constantly changing world, while also constantly changing ourselves.


Hal nggak terasa lainnya adalah..

Nggak terasa ya kalo jadi cewek itu ternyata.. melibatkan begitu banyak emosi.

Mau sekeras apapun usaha yang dikerahkan untuk tetap logis dan nggak ambil pusing sama hal-hal nggak penting, this amygdala-driven-part of self always comes up to play, sekecil apapun perannya. Dalam kurun waktu beberapa bulan ke belakang, ada cukup banyak pengalaman yang membuat saya bener-bener menyadari fakta ini. Dan betapa logika cowok itu nonjoknya minta ampun. Lucu aja rasanya, gimana sebuah masalah bisa selesai nggak berbekas hanya dengan mengguyur padam emosi cewek dengan logika cowok.

Nggak apa-apa. Namanya juga perbedaan individu.

Dibutuhkan buat subsidi silang.

No comments

© La Valse des Mots
Maira Gall