July 31, 2013

What Memories Really Mean

Celotehan temen-temen yang bilang "Kita bakal ngebangke sampe Agustus" itu nggak main-main rupanya. Liburan kali ini bener-bener panjang, sampe-sampe bingung gimana harus ngabisinnya. Jalan-jalan udah, ngegame udah, tidur seharian apalagi. Walaupun kadang-kadang habis ide, saya selalu berusaha buat memproduktifkan liburan ini setiap hari.

Waktu ikutan ospek tahap pertama akhir Juni lalu, saya diharuskan stay di luar kota selama sepuluh hari, dan saya homesick. Padahal jarak dari Bandung ke luar kotanya itu nggak sampe tiga jam naik mobil lewat jalan tol (well, kalo lancar sih..) dan stay-nya juga di rumah eyang sendiri. Segala sesuatunya udah disediain mulai dari makan sampe urusan cuci pakaian, dipesenin ojek langganan setiap hari buat bolak-balik kampus, diongkosin, plus dijengukin om tante serta para sepupu. Untuk kategori hidup merantau, kehidupan saya enak banget selama sepuluh hari itu. Tapi tetep aja rasanya ada yang ilang. Saya ngebet pulang ke rumah.

Banyak hal yang saya kangenin, mulai dari keluarga, temen-temen, sampe barang-barang kecil di rumah yang ternyata bikin saya repot banget ketika mereka nggak ada. Kasur kapuk usia tujuh belas tahun yang sehari-hari saya pake tidur, selimut, modem, dan tiga channel yang selalu saya tonton tiap hari : Fox Movies Premium, Disney Channel, dan BBC Knowledge.

Selama ini, saya nggak pernah mau kuliah di kota tempat tinggal sendiri. Saya selalu pilih universitas-universitas di luar kota. Nggak ada kekhawatiran khusus yang saya rasakan jikalau saya jadi kuliah di luar kota nanti, toh hidup mandiri juga asyik, gitu saya pikir. Tapi begitu ngerasain sepuluh hari kemaren itu, everything became real dan saya sadar berat banget rasanya harus ninggalin Bandung, kota tempat saya tinggal semenjak lahir hingga detik ini.

Saya bakal mulai stay di luar kota buat kuliah tepat sehabis mudik lebaran nanti. Saya tau saya bisa pulang kapan aja buat ketemu Ayah, Ibu, dan temen-temen semua (kayanya Ayah sama Ibu malah yang bakal lebih sering nengokin saya ke luar kota nanti). Muti sama Ayu dengan santainya bilang "Alah, Jakarta-Bandung doang. Dua jam juga nyampe". Anggara juga dengan cengosnya nyekil "Pokoknya kalo maneh ada apa-apa nanti, telepon aing aja, nanti aing langsung kesana sama anak-anak". Tapi ya.. saya nggak bisa tiap hari lagi di Bandung nanti. Sedih aja jadinya.


Lucu loh, gimana hal-hal kecil bisa bikin kita sentimentil. Contohnya kaya barang-barang dan channel televisi yang udah disebutin sebelumnya. Ta-chan, teddy bear dari Ayah yang selalu ada di samping tempat tidur. Figura isi foto-foto semasa SMA dari Nana yang digantung deket meja belajar. Soundtrack kartun kesukaan saya, SKET Dance, yang judulnya Message. Flashback-nya After School. Bahkan ledekan temen-temen yang "Nggak akan ada Bimo di Depok siah, Na" juga nonjok abis. It turns out that every little thing is precious and has its own value, more than you could ever imagine. Hal-hal yang sebenernya sepele, tapi bikin kangen setengah mampus.

Ketika pada akhirnya balik ke Bandung seusai ospek, saya memutuskan untuk nggak buang-buang waktu lagi. Saya langsung ketemuan sama temen-temen, jalan-jalan kesana kemari, puas-puasin tidur di rumah, dan sebagainya. Saya bakal kangen banget sama Bandung nanti. Kangen suasananya, kangen angkot-angkotnya, kangen rumah, kangen temen-temen semua, dan masih banyak lagi poin-poin kecil ngangenin lainnya.


Beberapa hari yang lalu, saya mendadak kangen dengerin Fukai Mori, lagunya Do As Infinity, soundtrack kartun Inuyasha yang dulu biasa saya denger. Terus pas tadi mindah-mindahin channel TV, akhirnya nonton Bleach lagi setelah sekiaaaaaaan lama. Minggu kemaren juga saya sempet beresin kamar secara besar-besaran dan nemu banyak banget barang-barang semasa SD sama SMP. They bring back so much memories.

What memories really mean for you, then?


Saya sempet kenalan sama anak FE waktu ospek kemaren, sesama maba juga (thanks to Acha banget ini). Kenalan saya tersebut punya kemampuan lebih dan singkat kata saya dibaca sama dia. Dia bilang saya sangat terpengaruh sama masa lalu dan kalo saya nggak pintar memilah-milah, hal itu bakal berakibat buruk bagi saya kedepannya.

Kalo mau ngeledekin saya yang mungkin kalian anggep gampang percayaan sama omongan orang (yang kenalnya belum sampe 24 jam pula), tahan dulu, sodara-sodara. Coba rasain gimana sensasinya ketemu orang, berhadapan, ngenalin diri, jabat tangan, lalu detik berikutnya kenalan baru kamu itu langsung mengutarakan berbagai fakta pribadi tentang diri kamu yang sebenernya nggak mungkin dia tau, karena gimanapun juga kalian baru kenalan nggak sampe satu menit yang lalu. Keren banget, kan?

Anyway, he made me think. Several bad things did happen in the past and I can't get them out of my mind, I have to admit. Kejadian-kejadian itu membekas banget dan secara langsung maupun nggak langsung telah membentuk pribadi saya yang sekarang. Tapi selama saya berubah jadi lebih baik karena kejadian-kejadian itu, saya pikir nggak apa-apa. It wasn't a big deal. Lagian selama ini juga nyantai-nyantai aja.

Selama ini saya nggak nemuin masalah berarti kalo inget kejadian-kejadian itu. Toh yang udah lewat ya.. udah lewat. Dijadikan pelajaran aja sama-sama. Tapi ternyata saya kapok. Saya bahkan nggak sadar dan nggak berusaha buat menghilangkan rasa kapok itu. Kalo saya nggak bisa bangkit dari hal itu, saya bakal susah. Kenalan saya bener. He read me just right.

Sapi kemaren ngegalau di Path. Dia ngepost gambar yang tulisannya kaya gini.

Get a glass and smash it on the floor
-Okay, done
Is it broken?
-Yes
Now say sorry to it
-Sorry
Is it fixed now?
-Of course not!
So sorry wasn't good enough?
-Well, no, but..
What about glue? Can you fix it by gluing it back together?
-I can try
Can you still see the cracks?
-Yes
Will it hold any water? Can it still fulfill its purpose?
-No, but..
Why not?
-Because it's broken
Because you have broken it
-Oh
And it will be broken forever. You couldn't fix it by saying sorry
-Oh
Will it still be broken if you walk away?
-Yes
So you leaving it won't fix it?
-No
Can anything make it the way it was before?
-No
Do you understand now?

Apa yang terjadi masa lalu memang sedikit banyak mempengaruhi kita, tapi apakah pengaruhnya itu baik atau buruk, itu tergantung gimana kita menyikapinya. Kalo pengaruhnya baik sih nggak masalah, tapi kalo buruk? Mau jadi buruk selamanya? Nggak mungkin, kan? Orang-orang mungkin bakal bantu kamu buat bangkit, tapi perkara kamu akhirnya bangkit atau nggak, kamu yang nentuin.

Saya juga sempet dibikin kesel sama orang, sampe-sampe saya memutuskan buat nggak ngurusin hidupnya lagi sama sekali. Tapi saya nggak puas sama keputusan itu dan saya bersyukur masih punya hati kecil. Hati kecil saya bilang keputusan saya itu nggak baik. Hati kecil saya bilang that I just have to forgive everything, "Kalo kamu di posisi dia, kamu pasti pengen dimaafin", and I finally did. Setelah itu lega banget rasanya.

Bukan cuma maafin satu orang aja, tapi saya juga maafin semuanya. The weak will never forgive, though, just like what Mahatma Gandhi said. Lagian saya juga banyak dosa and I seek forgiveness, jadi sombong banget kan kalo pengen dimaafin sama orang, tapi maafin orang lain aja nggak bisa?

Kejadian yang lalu-lalu mungkin membekas, tapi jangan biarkan hal itu menghambat jalan kita. Terbayangi masa lalu itu kedengerannya norak banget.

Menempatkan diri di posisi orang lain juga bisa membantu kita buat belajar banyak. Orang-orang akan memperlakukan kamu dengan baik kalo kamu juga memperlakukan mereka demikian. Kalo ada orang yang jahatin kamu, mereka bakal dapet balesannya, tapi yang jelas bukan dari kamu. Jadi kata-kata mutiara yang "I treat you the way you treat me" itu dalam pandangan saya nggak sepenuhnya bener.

Setelah baca post Sapi tersebut, saya cuma bisa senyum dan kasih komentar. "The power of healing works, though. And it comes from the inner side of the broken". 

"Tsaaaaaah.. Bener, Na," Sapi bales komen.

Saya jadi inget dialog Po sama Shen di film Kung Fu Panda II. Po said "Scars heal", then Shen furiously responded "No, they don't. Wounds heal". But guess what, I think both of them heal. Dari semua kasus di post ini, penyelesainnya pun balik lagi ke kutipan Hamlet-nya Shakespeare kesukaan saya. There is neither good nor bad, but thinking makes it so.


So I have finally let go, forgiven everything, and overcome the past.

Have you?

No comments

© La Valse des Mots
Maira Gall